Birpun malam redup tanpa pelita
Tak lagi sunyi menyelubungi ruang
hampa
Kan ku kepakkan sayapku tuk menyapamu
Oh bulan. . .Izinkan aku menyibak
kabut gelap
Agar tak lagi ada tabir untukku
bersua dan merasakan hangatnya sinarmu
Bila mentari tergesa bangun dalam
tidurnya
Maka, pagiku adalah rindu yang
membuncah
Mampukah pagi menggantikan teduhnya
malam?
Mampukah waktu menghitung butiran
tasbih dari bucuran air mata?
Kereta waktu berlari terlalu cepat
sembari membawamu pergi
Setelah kumbang membawa sekuntum
bunga di gundukan bumi
Ku hanya bisa melihat sesimpul
senyuman difoto usang
Ku bisa mengusap lembut kerinduanku
Namun, ku tak mampu membelai ragamu
yang telah berenang dihulu nafas terahir
Belum sempat bunga bersemi di musim hujan
Namun, sinarmu berguguran pada pohon
yang rindang
Adakah terbersit di benakku, jika
akarmu tak lagi mampu mengait butiran tanah?
Biarkan do’aku yang menyelimutimu
Hanya sebentar bulan. . .Ada dimensi
waktu lain untuk kita bersua di taman surga.